Menapaki Jalan Spiritual: Moderasi Berpikir dalam Kehidupan Beragama
Menapaki Jalan Spiritual: Moderasi Berpikir dalam Kehidupan Beragama
Dalam kehidupan beragama, kita sering mendengar istilah "moderasi." Namun, moderasi sebenarnya lebih dari sekadar keseimbangan dalam praktik ibadah, tetapi juga mencakup cara berpikir kita.
Menurut Nirwani Jumala dalam jurnalnya yang berjudul Moderasi Berpikir untuk Menempati Tingkatan Spiritual Tertinggi dalam Beragama, moderasi berpikir merupakan kunci untuk mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi. Beragama dengan moderasi berarti tidak hanya sekadar mengikuti ajaran agama, tetapi melakukannya dengan pemahaman yang mendalam, kesadaran penuh, serta keseimbangan antara keyakinan dan kehidupan sosial.
Apa Itu Moderasi Berpikir?
Moderasi berpikir adalah cara pandang yang tidak ekstrem, yaitu tidak terlalu kaku dalam memahami ajaran agama, namun juga tidak terlalu longgar hingga kehilangan makna aslinya. Dalam Islam, konsep ini dikenal dengan tawassuth, yang berarti jalan tengah. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Baqarah ayat 143 yang menyebut umat Islam sebagai "umat penengah," yang adil dan menjadi saksi bagi umat lainnya.
Seorang muslim yang moderat dalam berpikir akan tetap teguh pada ajaran agama tanpa terjerumus dalam fanatisme yang membutakan. Moderasi berpikir juga mengajarkan bahwa spiritualitas tidak hanya berkaitan dengan ritual, tetapi juga melibatkan nilai-nilai kebaikan, kasih sayang, dan ketenangan jiwa.
Tingkatan Spiritual dalam Islam
Ajaran Islam menggambarkan perjalanan spiritual seseorang melalui tujuh tingkatan jiwa (nafs), yang dimulai dari yang paling rendah hingga yang paling suci:
-
Nafsu al-Amarah (The Commanding Self)Tingkatan jiwa yang dipenuhi dengan dorongan hawa nafsu dan kecenderungan negatif seperti amarah, keserakahan, dan egoisme.
-
Nafsu al-Lawwamah (The Regretful Self)Pada tahap ini, seseorang mulai menyadari kesalahannya dan menyesal, tetapi masih berjuang untuk mengendalikan dirinya.
-
Nafsu al-Mulhimmah (The Inspired Self)Jiwa yang mulai mencari kebaikan, terinspirasi oleh nilai moral dan cinta kasih, meski masih ada ego yang perlu dikendalikan.
-
Nafsu al-Mutma’innah (The Contented Self)Jiwa yang tenang dan mulai menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Orang dengan tingkatan ini cenderung lebih sabar, ikhlas, dan penuh kasih.
-
Nafsu ar-Radhiyah (The Pleased Self)Pada tahap ini, seseorang menerima segala ketetapan Allah dengan kebahagiaan, baik dalam kondisi lapang maupun sempit.
-
Nafsu al-Mardhiyah (The Self Pleasing to God)Jiwa yang tidak lagi memiliki ketakutan atau keinginan duniawi, hidup sepenuhnya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
-
Nafsu as-Safiyyah (The Pure Self)Tingkatan tertinggi di mana seseorang mencapai kesucian jiwa, hidupnya sepenuhnya diliputi oleh kasih sayang, kebijaksanaan, dan ketundukan kepada Allah.
Bagaimana Meningkatkan Tingkatan Spiritual?
Untuk mencapai tingkatan spiritual yang lebih tinggi, dibutuhkan pola pikir yang moderat dan terbuka. Ada tiga cara utama yang dapat dilakukan:
-
Berpikir Jauh: Melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas, tidak hanya berfokus pada dunia saat ini, tetapi juga pada kehidupan setelah mati.
-
Berpikir Dalam: Menggali makna yang lebih dalam dari setiap ajaran agama dan peristiwa dalam hidup, bukan hanya melihat permukaan saja.
-
Berpikir Luas: Menerima berbagai perspektif yang dapat memperkaya pemahaman tentang agama dan kehidupan, tidak terbatas pada satu pandangan saja.
Kesimpulan
Moderasi berpikir adalah kunci untuk mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi. Dengan berpikir jauh, dalam, dan luas, seseorang dapat menjalani agama dengan kesadaran penuh, tanpa terjebak dalam fanatisme atau kelalaian. Perjalanan menuju kedamaian jiwa bukanlah sesuatu yang mudah atau cepat, namun dengan kesabaran dan usaha, kita semua dapat mencapai pencerahan spiritual yang lebih tinggi.
Sumber: Jumala, N. (2019). Moderasi Berpikir Untuk Menempati Tingkatan Spiritual Tertinggi Dalam Beragama. Jurnal Substantia Ar-Raniry, 21(2).
Komentar
Posting Komentar